Cinta pertama



Angan ku terbang di atas awan. Melayang-layang tak tentu entah arah mana yang akan dituju. Seketika itu juga fikiranku terdiam pada satu titik kefanaan yang tak berwarna namun ada sedikit corak yang bisa terbayang, bak hanya bagai bayangan semu belaka, ku coba terka apa itu yang ada, kucoba rasa juga ku raba. Namun masih sulit juga tuk terjawab. kebanyakan orang mengatakannya ini cinta. Tapi ah entah, entah perasaan ku yang sedikit kurang peka atau memang aku yang belum mengerti arti sebuah dari cinta. Mungkin ini menjadi kali pertama aku merasakannya. Dan mungkin benar, ini yang dinamakan cinta. Cinta pertama.
Sore itu, aku Faisal bersama dua sahabat karib ku Fahri dan Galih sedang asyik menikmati segelas capuccino cincau di sebuah kafe. Tiba-tiba obrolan kami terhenti seketika datang sosok seorang wanita dengan tinggi semampainya duduk tepat berbalikan dengan bangku yang Galih tongkrongi. Entah apa yang kurasakan saat ini. Tiba-tiba saja dentuman jantungku berdegup lebih kencang dari biasanya, darahku pun terasa jelas mengalir deras membasahi semua cela-cela sempit yang kasat mata. Wanita berkerudung itu, telah membuat hati ku luluh lantah tanpa arah. Oh ini kah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama?
Sejak sore itu, setiap waktu entah kenapa selalu saja aku mulai memikirkanya. Berandai-andai Tuhan memberikan anugerah untuk bisa bertatap muka dengannya. Bertegur sapa, dan tahu dimana rumahnya. “dor dor dor! Isal, tolong ke minimarket bentar dong. Belikan mama saus tomat sama keju.” Lamunan ku pun buyar saat terdengar gedoran pintu. “iya ma tunggu sebentar ya”. Masih sempat-sempatnya, dalam perjalanan menuju minimarket pun aku masih membayangkan wajahnya. Entah memang aku yang terlalu lebay atau memang dirinya yang tak pernah mau pergi dari bayangan ilusi ku.
Seperti biasanya, hal yang membencikan pergi ke minimarket di pagi hari ialah harus bertemu dengan beberapa gerombol ibu-ibu yang sama sibuk dengan pencarian mereka masing-masing. Apalagi ini awal bulan. “apa gak ada ya pagi-pagi gini cewek cantik yang belanja, masa’ emak-emak semua sih isinya, eh eh (gubraaakkk)”. Dalam gumaman ku kali ini, tanpa disengaja tanganku mendorong kuat sebuah rak makanan ringan yang akhirnya jatuh dan berserakanlah semua penghuni dari rak itu. kutegakkan kemabli rak tersebut namun sedikit merasa kesulitan. Tiba-tiba datang seorang wanita berkerudung menghampiri ku dan membantu mengangkat sisi kiri dari rak yang sedang ku perjuangkan untuk berdiri tegak kembali “maaf mas, sini biar saya bantu.” Ucap wanita yang langsung mengangkat rak tersebut sambil tetap merundukkan kepalanya. Kali ini Tuhan benar-benar mendengar do’a ku, dan ketika wanita itu mendangakkan kepalanya, tak ku sangka dia lah wanita yang waktu itu aku jumpai di kafe. “eh ternyata mbak”. Kata ku dengan nada sedikit malu. “emang kita pernah ketemu?”. Timpal wanita tersebut saat mendengar ucapan ku yang seolah-olah sudah mengenali dirinya. “pernah sekali mbak, kemaren waktu di kafe saya liat mbak” sambil sedikit tersenyum kujawab pertanyaan herannya. Sarah, ternyata wanita itu bernama Sarah. Tak hanya tahu namanya, dari pertemuan tak terduga itu aku bisa tahu dimana rumahnya dan dimana ia kuliah. Memang sebagai rasa terimakasih ku, ku ajak dirinya makan bakso bersama di depan minimarket tersebut. Awalnya dia menolak. Namun ketika ada seseorang yang ia kenal memanggil-manggilnya dari warung bakso tersebut, akhirnya ia putuskan menerima tawaran ku. Diana nama orang yang memanggilnya. Dia teman satu kampus Sarah. Disitu lah kami banyak berbincang-bincang dan kami tahu satu sama lain.
Sejak pertemuan itu, kami sering sekali bertemu. Entah itu hanya kebetulan ataupun aku yang mencari-cari kesempatan untuk bisa bertemu dengannya. Benih-benih cinta pun mulai merambah dalam sanubari ku. Dan taukah kalian, ini adalah cinta pertama ku, seumur-umur baru kali ini aku merasakan cinta dan memberanikan diri untuk mendekati wanita. Kami pun semakin dekat. Satu hal yang membuat aku berdecak kagum dengan kepribadiannya. Seorang muslimah yang patuh dan benar-benar menjaga diri. Setiap aku ajak pergi jalan, selalu saja dia membawa dua temannya Diana dan Lisa. Selalu dia menolak jika ku ajak hanya berdua. Dia tak ingin mengundang fitnah dari pandangan khalayak ramai.
Kurasa ini waktu yang tepat, setengah tahun kami sudah saling mengenal. Dari kebersamaan yang sudah terjalin selama ini, nampak jelas Sarah pun memiliki perasaan yang sama terhadap diriku. Hari ini kuputuskan untuk menembaknya. Kuminta bantuan Fahri dan Galih untuk mengatur semua rencana yang ada. Kan ku jadikan momen penting ini sebagai momen terpenting dan bersejarah dalam hidup ku. Ini kali pertamanya aku ingin menyatakan cinta kepada seseorang. Dan ku harap semua berakhir dengan bahagia.
“Bunga udah, makanan udah, hiasan yang lain udah. Oke ri, semua siap”. Ucap Galih di balik telpon yang sedang aku hubungi. “Sip lah kalo gitu, thanks guys” timpalku dengan nada bersemangat. “assalamualaikum sarah, bisa temenin aku sebentar gak ke kafe di seberang rumah Diana, Diana sama Lisa disana juga kok, mereka udah nunggu”. Ucapku melalui telpon genggam. Dan akhirnya Sarah pun mau menemui ku. Tepat Pukul 15:00 WIB Sarah tiba di kafe tersebut. Betapa terkejutnya dia melihat keadaan kafe yang berbeda tidak seperti biasanya. Tiba-tiba terdengar sayup-sayup lagu cinta yang mulai diputar di salah satu meja yang penuh dengan kata-kata “Sarah, maukah kau jadi pacarku?” yang bergelantungan. Melihat keadaan seperti itu bukan raut wajah gembira yang terpancar dari wajah Sarah, tapi malah tampak air mata menetes di pipinya. Sambil menangis Sarah berlari menghampiri sepeda motornya. Dan akhirnya, Sarah pun malah pergi. “Sarah!” teriak ku dengan tatapan heran dengan sikap Sarah yang aneh. Aku bingung dengan keadaan ini, kenapa Sarah malah pergi begitu saja tanpa meninggalkan sepenggal kata pun. “Apa yang salah dengan ini semua?” tanyaku di dalam hati.
Malam ini kuputuskan untuk menelpon Sarah, menanyakan apa gerangan ia pergi begitu saja tanpa ada alasan yang jelas sore tadi. Tak diangkat, berkali-kali ku telpon tak satu pun yang diangkat. Semakin bingung aku dibuatnya. Beberapa menit kemudian terdengar suara nada sms dari hape ku. Ku lihat yang tertera ialah nama Sarah. Aku pun dengan tergesa-gesa segera membuka sms itu. Ku baca benar-benar isi sms dari Sarah. Sekarang aku baru mengerti, mengapa Sarah pergi begitu saja tadi sore.
Tak terasa 4 tahun sudah aku duduk di bangku kuliah. S1 sudah di tangan, bekal sebagai lulusan Ekonomi di sebuah Universitas Negeri ternama, akhirnya aku bisa dengan mudah mendapat pekerjaan. Dan inilah waktunya. Dua tahun yang lalu, Sarah bukan tak mau menerima cinta ku. Seperti yang sudah ku bilang. Sarah adalah seorang muslimah yang patuh. Dalam Islam tidak ada istilah pacaran. Dan malam itu isi sms nya, dia menyuruh ku untuk tidak menemuinya, bahkan dia melarang menghubunginya via telepon atau lainnya. Yang dia inginkan, ketika kiranya aku sudah siap untuk menikah, maka lamarlah dia, minta dia untuk mendampingi ku dikala suka maupun duka. Karena saat itulah dia siap menjadi pendamping hidup yang kelak menjadi ibu dari anak-anakku. Sarah, aku datang untuk melamar mu, kaulah cinta pertama dan terakhir ku.
Previous
Next Post »
Thanks for your comment